DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Provinsi Sumatera Selatan, sudah sering melakukan Studi Banding. Dalam tahun 2019 ini saja DPRD Muba sudah beberapa kali melakukan Studi Banding.
Seringnya anggota DPRD Muba melakukan Studi Banding itu mendapat sorotan dari masyarakat. Aktivis dan tokoh masyarakat Muba- Oyok Sumardi, mempertanyakan efektifitas studi banding yang sering dilakukan oleh wakil masyarakat kabupaten Muba tersebut.
Kepada media ini Oyok Sumardi, senin 11/11/2019 mengatakan, “Masyarakat curhat kepada saya, mempertanyakan hasil studi banding yang sering dilakukan anggota DPRD Muba, apa dampak atau manfaat langsung yang dirasakan masyarakat?”.
“Studi banding ini kan menggunakan uang rakyat, dengan besaran milyaran rupiah, kalau studi banding yang dilakukan DPRD Muba ini tidak banyak manfaatnya bagi masyarakat, lebih baik uang itu digunakan untuk kegiatan atau program yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambahya.
Dimintai tanggapannya mengenai manfaat atau efektifitas Studi Banding ini di hari yang sama ketua DPRD Muba Sugondo, mengatakan bahwa studi banding ini bukan bersenang-senang dengan menghamburkan uang rakyat tetapi untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan anggota dewan mengenai hal, masalah, atau bidang tertentu.
“Studi banding yang kami lakukan adalah untuk meningkatkan wawasan, pemahaman, pengetahuan anggota DPRD Muba, baik yang lama maupun yang baru, sesuai kebutuhan demi untuk mendukung tugas pokok dan fungsi anggota dewan, “ ujarnya.
“Pelaksaan studi banding ini sesuai ketentuan, ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 pasal 127, jadi tidak asal-asalan mas,” imbuhnya.
Ditanya, apakah tidak cukup dengan membaca buku, atau mengakses pengetahuan dari internet, untuk memahami pengetahuan yang ingin dipelajari dalam studi banding itu?
Ketua sekaligus anggota dewan dari Partai Golkar ini menjawab, “Dalam pelaksanaan awal untuk penetapan Peraturan Daerah atau Perda, sebelum ditetapkan, itu butuh proses yang cukup panjang, misalnya ada Rapat Dengar Pendapat (RDP), ada sosialisasi, teknisnya kalau kita tidak melalui tahapan-tahapan yang benar sampai pada pelaksanaannya, ini bisa cacat hukum, dan anggaran untuk studi banding itu menjadi sia-sia.
“Adapun mengenai berapa kali dalam setahun Studi Banding itu boleh dilakukan, itu belum ada aturannya, frekuensinya sesuai dengan kebutuhan, yang penting tujuan dari Perjalanan Dinas, atau Studi Banding itu jelas dan ada hasilnya. Seringnya anggota dewan ini melakukan studi banding karena latar belakang pendidikan para anggota yang berbeda beda, tidak semua anggota itu sarjana hukum, atau para ahli bidang-bidang tertentu, banyak juga yang bukan sarjana, tamatan sekolah menengah, tutupnya.
Reforter Muba (agus).