Tanggamus – Sejumlah aparatur Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, mengeluhkan gaji mereka yang belum dibayarkan sejak tahun anggaran 2020. Salah satu mantan aparatur pekon mengungkapkan bahwa dirinya belum menerima hak gaji selama empat bulan kerja dan berniat melaporkan permasalahan ini ke Inspektorat Tanggamus. Minggu (02 Maret 2025).
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Pekon (Sekdes) Air Kubang membenarkan bahwa permasalahan ini telah dimusyawarahkan oleh Penjabat (Pj) Kepala Pekon saat itu, Rudi Hartono, bersama Badan Hippun Pemekonan (BHP). Dalam musyawarah tersebut, Rudi Hartono menyatakan tidak sanggup membayar gaji para aparatur pekon dan menjaminkan tanah dua kamling sebagai gantinya.
Namun, status tanah yang dijadikan jaminan tersebut masih dipertanyakan. Tanah tersebut diklaim berdasarkan surat hibah, tetapi keabsahannya belum jelas. Berdasarkan keterangan Rudi Hartono, tanah tersebut masih merupakan bagian dari satu sertifikat induk yang saat ini berada di bank sebagai jaminan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tanah yang dijadikan jaminan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggantikan pembayaran gaji aparatur pekon.
Ketika dimintai tanggapan, Rudi Hartono mengatakan bahwa persoalan ini sudah selesai melalui musyawarah bersama dengan BHP.
"Saya sudah tidak ada urusan lagi, karena ini sudah hasil musyawarah bersama," ujar Rudi Hartono.
Namun, permasalahan ini justru menimbulkan dugaan korupsi dana desa. Jika gaji aparatur pekon tahun 2020 diganti dengan tanah hibah, maka patut dipertanyakan ke mana dana desa yang seharusnya dialokasikan untuk gaji aparatur pekon pada tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Pj Kepala Pekon Rudi Hartono.
Salah satu mantan aparatur pekon yang merasa dirugikan menegaskan akan membawa masalah ini ke Inspektorat Tanggamus agar segera diproses sesuai aturan yang berlaku.
Dasar Hukum dan Sanksi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa wajib membayar penghasilan tetap aparatur desa sesuai ketentuan.
Pasal 66 ayat (1) menyatakan bahwa perangkat desa berhak mendapatkan penghasilan tetap yang bersumber dari APBDes.
Pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa kepala desa bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan desa secara transparan, akuntabel, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019, keterlambatan atau ketidakpastian pembayaran penghasilan tetap perangkat desa dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
Jika terbukti adanya unsur kesengajaan dalam tidak membayarkan gaji aparatur desa, maka Rudi Hartono dapat dikenakan sanksi sesuai dengan:
1. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa pejabat yang menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan.
2. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa:
> Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, dapat dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
3. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:
> Setiap pejabat atau penyelenggara negara yang dengan sengaja tidak membayar gaji pegawai atau aparatur yang menjadi haknya, dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
4. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, yang menyatakan bahwa:
> Barang siapa dengan sengaja menggelapkan barang atau uang yang dipercayakan kepadanya dapat dipidana hingga 4 tahun penjara.
Mantan Ketua BHP pada saat itu, Ikhfan, yang kini bekerja sebagai PPPK di Belu, disebut sebagai pihak yang memegang surat hibah tanah dua kamling dari Pj Kepala Pekon Rudi Hartono. Namun, hingga kini Ikhfan belum menindaklanjuti persoalan tersebut, meskipun masalah ini sudah berlangsung sejak tahun 2020.
Dengan adanya rencana pelaporan ke Inspektorat Tanggamus, diharapkan permasalahan ini segera mendapatkan kepastian hukum, sehingga hak-hak aparatur Pekon Air Kubang yang belum dibayarkan bisa segera terealisasi sesuai aturan yang berlaku.
Gaji aparatur Pekon Air Kubang seharusnya dibayar dari APBDes tahun 2020, namun hingga kini belum diterima.
Pj Kepala Pekon Rudi Hartono menggantinya dengan tanah hibah, yang keabsahannya diragukan.
Ada dugaan korupsi dana desa, karena seharusnya anggaran untuk gaji aparatur tersedia.
Jika terbukti, Rudi Hartono bisa dijerat UU Desa, UU Tipikor, dan KUHP dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.
Inspektorat Tanggamus diharapkan segera mengusut kasus ini agar hak aparatur pekon dapat dipenuhi.
(Team)